JAKARTA, DETEKSIONLINE.COM-Pembatasan lalu lintas dalam management kebutuhan lalu lintas dapat dilaksanakan dengan kriteria, yakni perbandingan volume lalu lintas kendaraan dgn kapasitas jalan ( VC ratio ), ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum dan ckualitas lingkungan.
Hal ini diungkap Budiyanto SSOS.MH, Pemerhati Masalah-masalah Transportasi dalam rilis yang diterima Amunisinewsw.co.id dan Deteksionline.com, Rabu.
Menurutnya, pengalaman dari pembatasan lalu lintas yg pernah diberlakukan di DKI ,antara lain : Three in one, dan pemberlakuan ganjil genap eksisting di jln Sudirman – Thamrin dan sebagian Gatot Subroto serta perluasan Ganjil genap momentum saat pelaksanaan Asian Games- Asian Para Games serta pasca giat tersebut selesai.
“Pembatasan lalu lintas yang sudah pernah dilaksanakan di Pemerintah Prov DKI Jakarta tentunya ada dampak positip dan negatif. Pada saat pemberlakuan Three in one dampak positipnya pasti berkurangnya volume kendaraan pd saat waktu diberlakukan Three in one ,dampak negatifnya timbulnya masalah sosial dan pelanggaran hukum,” ujarnya.
Sebagai contoh, kata Budiyanto, timbulnya Jocki,eksploitasi anak dan pencurian barang milik pengendara mobil yang menggunakan jasa para Jocki. “Seiring dgn pemberlakuan Three in one dan hasil evalusi program tsb,dampak negatifnya lebih besar baik dari aspek sosial dan pelanggaran hukum,akhirnya Kebijakan Three in one oleh Pemerintah Prov DKI diganti dgn nama Ganjil – Genap pd lokasi bekas Three in one dan perluasan ganjil – genap yg memanfaatkan momentum Asian Games,Asian Para Games dan berlaku sampai sekarang,” ujarnya.
“Saya kira sama bahwa program ganjil – genap ada dampak positip dan negatif.Dampak positip dari beberapa kajian yang saya baca ada indikasi perubahan yang mengarah pada situasi yang cukup bagus al : Volume lalu lintas terjadi penurunan,Travel time lebih cepat,peningkatan kecepatan dan penurunan CO2 dan sebagainya. Dampak negatif yang terjadi kurang antisipasi perkembangan jumlah kendaraan & tingkat disiplin masyarakat pengguna jalan,” ucapnya lagi.
Lepas dari dampak positip dan negatif yang terjadi terhadap 2 ( dua ) kebijakan tersebut ,itu merupakan kebijakan transisi dalam arti kebijakan yang sifatnya sementara bukan permanen.
Ganjil – genap diberlakukan sejak 2016 sd sekarang dengan lokasi dan waktu berbeda dan ada perubahan pada kurun waktu tertentu ( eksisting ganjil genap pemberlakukuan pertama,dan perluasan pd saat menggunakan momentum Asian Games, Asian Para games dan pasca ).
Kebijakan transisi, imbuh Budiyanto, seyogyanya tidak terlalu lama karena dengan seiring perkembangan waktu jumlah kendaraan akan bertambah terus dan tentunya akan berdampak pada variabel lainnya.
“Dengan melihat perkembangan situasi tersebut saya kira Pemerintah Prov DKI untuk perlu segera merealisasikan kebijajan yang permanen dalam pembatasan lalu lintas yang merupakan realisasi dari pada managemen kebutuhan lalu lintas skema ERP ( electronic road pricing ).Untuk lebih mengoptimalkan program ERP dalam aspek penegakan hukum dapat diintegrasikan dengan program E-TLE yang sedang dikembangkan oleh Ditlantas Polda Metro Jaya,” ungkap Budiyanto.
“Program ERP saya sudah beberapa kali di FGDkan ( Focus Group Discusion ) oleh Dinas Perhubungan DKI yang kebetulan asaya pernah bergabung dalam acara tsb,dalam FGD tersebut para peserta merekomendasikan bahwa ERP ( electronic road pricing ) dapat segera direalisasikan.
Mudah-mudahanan dengan diberlakukan ERP ada benefit yang masuk ,dan memiliki nilai tambah yang dapat digunakan untuk membangun sarana dan prasarana ,yang berkaitan dgn transportasi atau dengan diberlakukan ERP yang merupakan bagian dari Manegemen kebutuhan lalu lintas yg pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas ,dan mengendalikan pergerakan lalu lintas untuk mengurai kemacetan,” urai Budiyanto. (lis/dra)